Senin, Februari 08, 2010

Kek Menangan

Tidak pasti juga kapan kisah ini terjadinya, tetapi yang jelas ini adalah sebuah kisah nyata tentang seseorang yang mampu melindungi keluarganya dan hartanya , punya jiwa kepahlawan atau apapun menurut interprestasi anda sendiri walaupun dalam keadaan cacat
Tersebutlah seorang kakek tinggal bersama istri tercintanya di sekitar daerah pantai Burung Mandi (Bel Tim) . kakek tersebut dikenal dengan nama Kek Menangan, entah siapa sebenarnya nama kakek tersebut. Mereka hidup bahagia disana sayangnya kakek ini tidak bisa berjalan / lumpuh atau bhs Belitungnya disebut badi. Jadi kalau dia mau kesana-kemari , dia selalu dibantu oleh istrinya yang setia menemaninya.
Di suatu hari yang cerah Kek Menangan duduk diatas bale reotnya yang menghadap ke pantai. Kek Menangan sedang asyik menumbuk bilah-bilah pinang yang telah ia potong dengan kantip (sejenis gunting) yang dicampur dengan beberapa potong daun sirih, sedikit kapur dan sedikit gambir pada sebilah bambu kecil dengan penumbuk yang terbuat dari sebatang besi yang diberi gagang, mirip seperti obeng pipih dan dikenal dengan nama urak. Ya.. Kek Menangan adalah salah satu dari sekian banyak orang jaman dahulu yang punya kebiasaan suka makan sirih.
Sambil mengunyah sirihnya dia menyipitkan matanya untuk mengurangi terpaan kilauan sinar matahari yang menerpa birunya laut Burung Mandi tatkala itu dan di kejauhan horizon dia melihat sebintik noktah yang kian lama kian mendekat kearah pantai. Dia terkesiap dan jantungnya berdegup keras tatkala samar-samar dia melihat bendera yang berkibar diatas perahu tersebut. gambar tengkorak dengan dua tulang hasta yang menyilang dibawahnya. Tak salah lagi pikirnya..ini mesti bajak laut! ( di Belitung lebih dikenal dengan istilah lanun).
Dia memanggil istri tercintanya.”Nek..tampaknya saatnya sudah tiba , kita tidak akan dapat berkumpul lebih lama lagi. Coba nenek lihat ke horizon, satu perahu lanun yang kian mendekat kearah pantai kita ini. ini berarti mereka akan merampas segalanya yang ada pada kita dan Ini berarti pula tidak ada pilihan lain bagiku, selain bertempur dengan mereka sampai titik darah penghabisan. Sang nenek coba menenangkan suaminya,”Jangan begitu kek, mari kita melarikan diri ke gunung Burung Mandi”,. Lantas sang kakek bilang bahwa sang nenek tentu tak akan kuat menggendongnya sampai ke atas gunung untuk menyelamatkan dia. Sang nenek mulai menangis , memang dia tak bakal kuat membopong suaminya sampai ke puncak gunung, lagi pula dia tidak ide lain untuk menyelamatkan suaminya. Sang kakek dengan suara tenang mengatakan, “Bawalah semua barang berharga yang kita punyai, panjatlah pohon kelapa yang ada di depan rumah kita ini, dan sembunyilah nenek di atasnya”. Sang nenek memang tidak punya alternatif lain lagi, selain menuruti saran suaminya tersebut. dia lantas mengemasi semua barang berharga milik mereka berdua, sesudah itu mereka berdua berpelukan, butir-butir air mata yang hangat keluar dari kedua pipi mereka yang keriput tersebut. Lima puluh tahun mereka hidup bersama dengan bahagia, tentu banyak kenangan manis yang tidak dapat mereka lupakan. Tak sepatah katapun mampu mereka ucapkan, semuanya tersekat di kerongkongan mereka.
Sementara perahu lanun sudah hampir merapat ke pantai, nenek yang sesengukan bergegas menuju pohon kelapa di rumahnya sambil melambaikan tangan kepada sang kakek. Sang kakek juga melambaikan tangan tanda perpisahan dengan sang nenek, akan tetapi tampaknya sang kakek lebih tegar dan tenang menghadapi kenyataan tersebut.
Sang nenek memang sudah biasa memanjat pohon kelapa karena keadaan suaminya seperti itu, jadi untuk pekerjaan-pekerjaan yang biasa di lakukan oleh laki-laki sudah biasa dilakukan oleh nenek ini.
Ketika nenek ini sudah sampai diatas puncak pohon kelapa sambil membawa buntelannya, para lanun pun turun dari perahunya dan langsung menghampiri sang kakek. Dengan wajah garang para lanun tersebut menghardik sang kakek,”Serahkan hartamu, kalau tidak kamu akan kami bunuh”, sang kakek mengatakan bahwa dia tidak punya apa-apa. Para lanun pun mulai mengobrak-abrik rumah sang kakek, tapi mereka memang tak menemukan apapun di rumahnya. Para lanun pun mulai berang dan mencabut pedang mereka masing-masing dan mengayunkannya ke sang kakek. Rupanya sang kakek bukanlah orang sembarangan, dengan gesit dan mudah dia tangkis serangan tersebut dengan penumbuk sirihnya (urak). Pertempuran pun akhirnya tak dapat terhindarkan. Sang kakek dengan senjata urak nya harus bergulingan kesana kemari (karena ia tidak dapat berdiri) untuk menghindari tusukan pedang para lanun tersebut. namun walaupun demikian satu per satu para lanun pun tewas dengan tusukan urak sang kakek. Sementara sang istri gemetaran ketakutan sambil menggigit jarinya diatas pohon kelapa menyaksikan live reality show yang menegangkan ini.
Namun sang kakek bukanlah seperti seorang pemeran utama sebuah film kungfu yang tak dapat dikalahkan oleh lawan-lawannya. Dengan dikerubutinya sang kakek ramai-ramai oleh para lanun, suatu sabetan pedang dari seorang lanun memburaikan usus sang kakek. Sang istrinya diatas pohon kelapa hampir terpekik menjerit melihat kejadian ini, namum dapat ia tahan, cuma butir-butir air matanya saja bergulir jatuh di atas buah kelapa muda.
Tapi sekal lagi ,sang kakek bukanlah orang sembarangan, dengan usus terburai dia masih mampu bergulingan mendekati pohon kelapa tempat istrinya bersembunyi. Lantas apa yang dia lakukan disitu… dia mengikatkan ususnya yang terburai di pohon kelapa tersebut sambil terus bertempur melawan para lanun tersebut. satu persatu lagi dia rubuhkan para lanun tersebut dengan senjata urak nya tersebut. sampai yang terakhir dia rubuhkan adalah kepala bajak lautnya sendiri.
Sang kakek bukanlah punya seribu nyawa, hanya punya satu nyawa seperti kita juga,. Dia telah kehabisan begitu banyak darah ketika ususnya terburai , jadi tak lama kemudian dia pun menghembuskan nafas terakhirnya. Sang nenek turun dari pohon kelapanya dan mendapati suaminya sudah dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Sang nenek meraung menangis sekeras-kerasnya sambil mendekap kepala suaminya yang terburai ususnya. Dia sudah menyaksikan kegagahan suaminya walaupun suaminya dalam keadaan cacat seperti itu.
Ringkasnya, cerita ini dituturkan oleh istrinya sendiri kepada anak cucunya, tetangganya sampai ke generasi yang sekarang ini. Beliau dimakamkan di Burung Mandi, dan makamnya terkenal dengan nama Keramat Menangan.
Mohon maaf kalau terjadi distorsi dalam penyampaian ceritanya. Jadi tolong di koreksi…
Wallahu alam bissawab

3 komentar:

  1. Ceritanya mirip cerita turun temurun yang sering saya dengar, mengenai kakek leluhur keluarga kami.ada perbedaan detail di sana-sini, namun garis besarnya mirip.

    Nama kakek tersebut menurut cerita adalah Ja'far, atau transliterasi bahasa belitung: Kik Jape.. saya pun pernah berziarah ke makam beliau dan keluarga/teman dekatnya di menangan. Nisan2nya dari kayu bulin.

    BalasHapus
  2. Nah oom, namanya sama seperti nama Kakek Buyut saya yang lagi diceritain oleh wak saya sekarang, nama panggilannya pun sama, Kik Jape

    BalasHapus
  3. DAN SESEUNGGUHNYA PRIA TERSSEBUT MEMANGLAH BUYUT DARI MAULANA MALIK KARENA SALAH SATU PAMANNYA MENCERITAKAN HAL ITU SECARA LANGSUNG DAN BENAR DENGAN APA YANG TERTULIS DI SINI

    BalasHapus