Minggu, Februari 21, 2010

Sprinter

Refresh biar nggak tegang..
Cerita ini hanyalah hasil rekayasa dari kepala saya, kalaupun ada menyangkut seseorang itu hanyalah kebetulan belaka.
Suatu ketika pada event Olimpiade entah kapan, sprinter dari negeri Impian sama-sama menginjakkan kaki di garis finish dengan peserta dari Inggris. Hasil dari foto fiinish juga menunjukkan hal yang serupa. Dan hasil dari keputusan dewan juri menyatakan bahwa sprinter dari Inggris lah yang menang. Sprinter dari negeri Impian ngotot, kenapa dia dinyatakan kalah. Ternyata setelah foto finish diteliti lebih lanjut menunjukkan bahwa hidung orang Inggris itulah yang menjadi penentu kemenangannya. Begitu mereka sama-sama menginjak garis finish dengan sedikit membungkuk dan mendorongkan kepala mereka sedikit kedepan , saat itulah terlihat bahwa hidung orang Inggris lebih mancung beberapa centimeter dari hidung orang dari negeri Impian ini.
Guna mengantisipasi hal tersebut rencananya Menpedahaga yang sekarang ini hanya akan merekrut sprinter yang bertubuh jangkung dan tentu saja yang berhidung mancung. Dan bagi yang sudah terlanjur jadi atlit sprinter tetapi bertubuh pendek dan berhidung pesek, akan ada semacam program orthopedi guna meregangkan ruas tulang belakang mereka dan menambah pena baja pada batang hidung mereka guna memancungkannya.
Menpedahaga juga membuka lebar pintu saran dan kritik dari rakyat di negeri Impian kalau ada usulan yang lebih baik….
Sekian dan terima kasih..
Capek dech bertubuh pendek dan berhidung pesek…=(

Senin, Februari 08, 2010

Kek Menangan

Tidak pasti juga kapan kisah ini terjadinya, tetapi yang jelas ini adalah sebuah kisah nyata tentang seseorang yang mampu melindungi keluarganya dan hartanya , punya jiwa kepahlawan atau apapun menurut interprestasi anda sendiri walaupun dalam keadaan cacat
Tersebutlah seorang kakek tinggal bersama istri tercintanya di sekitar daerah pantai Burung Mandi (Bel Tim) . kakek tersebut dikenal dengan nama Kek Menangan, entah siapa sebenarnya nama kakek tersebut. Mereka hidup bahagia disana sayangnya kakek ini tidak bisa berjalan / lumpuh atau bhs Belitungnya disebut badi. Jadi kalau dia mau kesana-kemari , dia selalu dibantu oleh istrinya yang setia menemaninya.
Di suatu hari yang cerah Kek Menangan duduk diatas bale reotnya yang menghadap ke pantai. Kek Menangan sedang asyik menumbuk bilah-bilah pinang yang telah ia potong dengan kantip (sejenis gunting) yang dicampur dengan beberapa potong daun sirih, sedikit kapur dan sedikit gambir pada sebilah bambu kecil dengan penumbuk yang terbuat dari sebatang besi yang diberi gagang, mirip seperti obeng pipih dan dikenal dengan nama urak. Ya.. Kek Menangan adalah salah satu dari sekian banyak orang jaman dahulu yang punya kebiasaan suka makan sirih.
Sambil mengunyah sirihnya dia menyipitkan matanya untuk mengurangi terpaan kilauan sinar matahari yang menerpa birunya laut Burung Mandi tatkala itu dan di kejauhan horizon dia melihat sebintik noktah yang kian lama kian mendekat kearah pantai. Dia terkesiap dan jantungnya berdegup keras tatkala samar-samar dia melihat bendera yang berkibar diatas perahu tersebut. gambar tengkorak dengan dua tulang hasta yang menyilang dibawahnya. Tak salah lagi pikirnya..ini mesti bajak laut! ( di Belitung lebih dikenal dengan istilah lanun).
Dia memanggil istri tercintanya.”Nek..tampaknya saatnya sudah tiba , kita tidak akan dapat berkumpul lebih lama lagi. Coba nenek lihat ke horizon, satu perahu lanun yang kian mendekat kearah pantai kita ini. ini berarti mereka akan merampas segalanya yang ada pada kita dan Ini berarti pula tidak ada pilihan lain bagiku, selain bertempur dengan mereka sampai titik darah penghabisan. Sang nenek coba menenangkan suaminya,”Jangan begitu kek, mari kita melarikan diri ke gunung Burung Mandi”,. Lantas sang kakek bilang bahwa sang nenek tentu tak akan kuat menggendongnya sampai ke atas gunung untuk menyelamatkan dia. Sang nenek mulai menangis , memang dia tak bakal kuat membopong suaminya sampai ke puncak gunung, lagi pula dia tidak ide lain untuk menyelamatkan suaminya. Sang kakek dengan suara tenang mengatakan, “Bawalah semua barang berharga yang kita punyai, panjatlah pohon kelapa yang ada di depan rumah kita ini, dan sembunyilah nenek di atasnya”. Sang nenek memang tidak punya alternatif lain lagi, selain menuruti saran suaminya tersebut. dia lantas mengemasi semua barang berharga milik mereka berdua, sesudah itu mereka berdua berpelukan, butir-butir air mata yang hangat keluar dari kedua pipi mereka yang keriput tersebut. Lima puluh tahun mereka hidup bersama dengan bahagia, tentu banyak kenangan manis yang tidak dapat mereka lupakan. Tak sepatah katapun mampu mereka ucapkan, semuanya tersekat di kerongkongan mereka.
Sementara perahu lanun sudah hampir merapat ke pantai, nenek yang sesengukan bergegas menuju pohon kelapa di rumahnya sambil melambaikan tangan kepada sang kakek. Sang kakek juga melambaikan tangan tanda perpisahan dengan sang nenek, akan tetapi tampaknya sang kakek lebih tegar dan tenang menghadapi kenyataan tersebut.
Sang nenek memang sudah biasa memanjat pohon kelapa karena keadaan suaminya seperti itu, jadi untuk pekerjaan-pekerjaan yang biasa di lakukan oleh laki-laki sudah biasa dilakukan oleh nenek ini.
Ketika nenek ini sudah sampai diatas puncak pohon kelapa sambil membawa buntelannya, para lanun pun turun dari perahunya dan langsung menghampiri sang kakek. Dengan wajah garang para lanun tersebut menghardik sang kakek,”Serahkan hartamu, kalau tidak kamu akan kami bunuh”, sang kakek mengatakan bahwa dia tidak punya apa-apa. Para lanun pun mulai mengobrak-abrik rumah sang kakek, tapi mereka memang tak menemukan apapun di rumahnya. Para lanun pun mulai berang dan mencabut pedang mereka masing-masing dan mengayunkannya ke sang kakek. Rupanya sang kakek bukanlah orang sembarangan, dengan gesit dan mudah dia tangkis serangan tersebut dengan penumbuk sirihnya (urak). Pertempuran pun akhirnya tak dapat terhindarkan. Sang kakek dengan senjata urak nya harus bergulingan kesana kemari (karena ia tidak dapat berdiri) untuk menghindari tusukan pedang para lanun tersebut. namun walaupun demikian satu per satu para lanun pun tewas dengan tusukan urak sang kakek. Sementara sang istri gemetaran ketakutan sambil menggigit jarinya diatas pohon kelapa menyaksikan live reality show yang menegangkan ini.
Namun sang kakek bukanlah seperti seorang pemeran utama sebuah film kungfu yang tak dapat dikalahkan oleh lawan-lawannya. Dengan dikerubutinya sang kakek ramai-ramai oleh para lanun, suatu sabetan pedang dari seorang lanun memburaikan usus sang kakek. Sang istrinya diatas pohon kelapa hampir terpekik menjerit melihat kejadian ini, namum dapat ia tahan, cuma butir-butir air matanya saja bergulir jatuh di atas buah kelapa muda.
Tapi sekal lagi ,sang kakek bukanlah orang sembarangan, dengan usus terburai dia masih mampu bergulingan mendekati pohon kelapa tempat istrinya bersembunyi. Lantas apa yang dia lakukan disitu… dia mengikatkan ususnya yang terburai di pohon kelapa tersebut sambil terus bertempur melawan para lanun tersebut. satu persatu lagi dia rubuhkan para lanun tersebut dengan senjata urak nya tersebut. sampai yang terakhir dia rubuhkan adalah kepala bajak lautnya sendiri.
Sang kakek bukanlah punya seribu nyawa, hanya punya satu nyawa seperti kita juga,. Dia telah kehabisan begitu banyak darah ketika ususnya terburai , jadi tak lama kemudian dia pun menghembuskan nafas terakhirnya. Sang nenek turun dari pohon kelapanya dan mendapati suaminya sudah dalam keadaan tidak bernyawa lagi. Sang nenek meraung menangis sekeras-kerasnya sambil mendekap kepala suaminya yang terburai ususnya. Dia sudah menyaksikan kegagahan suaminya walaupun suaminya dalam keadaan cacat seperti itu.
Ringkasnya, cerita ini dituturkan oleh istrinya sendiri kepada anak cucunya, tetangganya sampai ke generasi yang sekarang ini. Beliau dimakamkan di Burung Mandi, dan makamnya terkenal dengan nama Keramat Menangan.
Mohon maaf kalau terjadi distorsi dalam penyampaian ceritanya. Jadi tolong di koreksi…
Wallahu alam bissawab

Kamis, Februari 04, 2010

Tak Ada yang Bisa Mengelak Lagi

Saya suka artikel ini.. jadi saya upload untuk semuanya kalau belum pernah membacanya.
Oleh Taufik H Mihardja
Ini waktu yang sangat menarik dan kita beruntung berada di dalamnya. Begitu keras situasi hari ini sehingga tidak ada jalan lain bagi kita untuk selalu berpikir keras, berkreasi, berinovasi, supaya kita tidak lekas mati.
Begitu pesan dari Newsroom Summit Asia yang berlangsung dua hari di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 7-9 Juli 2009. Diskusi yang menghadirkan para pemimpin redaksi, CEO media massa, dan para pengembang teknologi media massa itu memberikan gambaran yang makin jelas bahwa kita berada pada zaman ”pergolakan antara emosi dan nalar”.
Di satu sisi, kita tidak bisa menerima surutnya tradisi membaca melalui media kertas yang telah berjalan sejak ditemukannya mesin tik. Di sisi yang lain, kita juga tidak ingin menolak mentah-mentah hadirnya tradisi baru membaca melalui media digital yang serba cepat dan praktis itu. Maka, pilihan yang realistis adalah kita mengikuti zaman.
Kita sekarang praktis sudah memasuki keadaan di mana audiens bisa sekaligus berperan sebagai broadcaster, publisher, dan researcher. Kita berada di zaman everybody can be in the news melalui media koran yang sangat lokal, situs berita yang hiperlokal, dan melalui media blogging. Intinya, kita berada pada saat seorang consumer juga bisa menjadi produser.
Apa yang salah?
Apa yang salah dengan semua itu? Tidak ada yang salah karena kehadiran internet telah mendorong terciptanya situasi itu tadi, suka atau tidak suka. Ditambah dengan sebaran pemakaian telepon seluler, termasuk telepon pintar, yang begitu dahsyat dan bahkan kini telah menjelma menjadi salah satu kebutuhan dasar kita, maka penyebaran informasi atau berita tidak lagi harus selalu bergerak secara vertikal, tetapi juga horizontal, dari pembaca ke pembaca.
Karena itu, seorang penulis atau reporter tidak bisa lagi berpikiran bahwa dia lebih tahu daripada pembacanya. Sebab, pembaca hari ini bisa mendapatkan informasi begitu cepat melalui radio, televisi, dan melalui apa yang sekarang dikenal dengan istilah sosial media.
Facebook
Facebook merupakan salah satu bentuk sosial media yang begitu populer sehingga ia menempati posisi nomor satu menurut pemeringkat Alexa.com sebagai situs paling populer diakses di Indonesia, mengalahkan Google, Yahoo!, dan YouTube.
Dr Stephen Quinn, Associate Professor of Journalism, Deakin University, Australia, dalam diskusi di Kuala Lumpur itu bertanya kepada audiens, ”Apakah di antara Anda ada yang sudah memiliki akun Facebook? Twitter? Twitterdeck? Qik? Bambuster?”
Ia menyebut serangkaian nama media sosial lainnya yang jumlahnya sampai belasan. Tentu saja tidak semua orang mengenal semua nama media sosial yang disebut profesor itu, kecuali Facebook dan Twitter. Sebagian ada juga yang punya akun Twitterdeck.
Artinya, betapa banyak media yang bisa dipakai oleh siapa saja untuk melaporkan tentang apa saja, kapan saja, dari mana saja. Keterbatasan ruang dan waktu dibongkar habis. Selain informasi itu datang dari berbagai platform, penyajiannya juga sudah multimedia, tidak lagi hanya terbatas teks, foto, atau video secara sendiri-sendiri, tetapi sering merupakan gabungan dari ketiganya. Selain itu, interaktif pula. Inilah yang disebut dengan informasi bergerak secara horizontal tadi.
Aksi demonstrasi besar-besaran menentang hasil pemilu di Iran tetap saja bisa menjadi laporan utama koran-koran, majalah, dan jaringan televisi internasional meskipun wartawan asing diusir dari Teheran. Itu terjadi karena warga Iran melaporkan apa yang mereka lihat, apa yang mereka lakukan, melalui Twitter yang kini makin hari makin terkenal, menyaingi Facebook.
Media massa arus utama, yakni koran, majalah, dan televisi tampaknya tidak bisa lagi meremehkan kehadiran apa yang kini dikenal dengan sebutan media baru itu. Secara emosional, kita bisa menyebut media baru adalah kompetitornya media arus utama. Namun, secara logika, media baru itu justru merupakan mitra media arus utama.
”Kekuatan media sosial ini memang kurang disadari oleh media arus utama,” kata Thomas Crampton, Direktur 360 Digital Influence Asia Pasifik, Ogilvy, Hongkong. Namun, menurut mantan wartawan The International Herald Tribune dan The New York Times itu, media massa belum terlambat untuk memanfaatkan kekuatan media sosial itu.
Wartawan
Seorang peserta pertemuan bertanya kepada Pemimpin Redaksi The Bangkok Post. Mengapa seorang wartawan boleh menjelaskan apa isi berita utama koran besok dalam acara di radio yang mengulas isi koran itu pada malam hari sebelum koran terbit.
”Mereka sudah mengetahui berita itu meski Anda tidak menjelaskannya. Mereka sudah tahu dari televisi, dari internet, dari mana-mana. Apa yang kami lakukan itu merupakan upaya kita untuk membangun trust. Ini penting untuk membangun brand,” kata Pichai Chuensuksawadi dari The Bangkok Post.
Pemimpin Redaksi The Strait Times, Singapura, Patrick Daniel, secara terus terang mengatakan, ia tidak begitu peduli dulu dengan penerapan konvergensi dan integrasi di kelompok penerbitannya. ”Yang penting kami manfaatkan dulu semua platform yang ada. Berbagai produk harus keluar dulu. Sebab, bagaimanapun kita tidak bisa sembunyi dari reformasi digital ini,” katanya.
Berbagai cara orang untuk mendapatkan informasi secara cepat terus dikembangkan. Kemasan juga semakin menarik, semakin multimedia. Maka ada semacam kesimpulan yang disepakati para peserta pertemuan dua hari itu bahwa kita harus ”lead the change, bukan let the change leads us”.
Siapa pun hari ini memang tidak bisa lagi mengelak dari arus reformasi digital. Siapa lebih cepat dan lebih siap memanfaatkannya, dialah yang akan meraih kesempatan.

Ilmu = Agama = Filsafat ?

Seorang sarjana ITB, kira-kira 20 tahun silam mendapat kesempatan emas dari Badan Tenaga Atom PBB (IAEA) meninjau salah satu pusat penelitian nuklir dunia (CERN), yang boleh dikatakan sebagi "sarang" banyak pemenang Nobel, antara lain Enrico Fermi.
Waktu H (singkatan nama sang sarjana) ini tiba di pintu gerbang, ia diterima seorang penerima yang wajahnya menyerupai pendeta. Ia ditanya tujuan, asal-usul, keahlian, identitas dan sebagainya. H mengemukakan spesialisnya, dan menyatakan ingin ketemu ahli riset tersohor dunia di CERN, mungkin cuma sekedar menjabat tangannya. Lucunya, ia kemudian ditanya lagi, apakah ia mendalami filsafat Timur. si H mulai terkejut, jawabannya "tidak", baik itu Perjanjian Lama, Al Quran, Taoisme, maupun Tao Te Cing. Maka, "Kalau begitu, tak mungkin anda bisa bertemu dengan beliau-beliau itu,"kata Sang Penjaga.
"Astaga!" pikir H, apa-apaan ini. Dia pun bertanya balik, kenapa ia ditanya soal filsafat dan agama itu, bukankah CERN adalah pusat ilmu pengetahuan seperti fisika, nuklir, dan sejenisnya ?.
Panjang lebar si H dikuliahi riwayatnya sampai para Nobelis senior itu lari ke kitab agama dan filsafat. Konon, dengan didirikannya CERN, bukannya semakin banyak jawaban terhadap fenomena alam semesta ini dapat diperoleh, malah sebaliknya, CERN menjadi pusat penghasil pertanyaan-pertanyaan yang tampaknya tak berujung. Akhirnya, para pemikir se-level Einstein itu entah mimpi apa atau dapat ilham dari mana, yakinnn..bahwa jawabannya ada di kitab-kitab uzur tadi. Nahhhh...percayakah Anda ?
Sumber : Majalah AKU TAHU Agustus '88

Mengancam Tuhan

Seorang hamba yang lugu, keledainya sakit. Maka dia bernazar apabila keledainya sembuh, dia akan berpuasa 10 hari. Ternyata kemudian keledainya sembuh dan dia pun lalu berpuasa memenuhi nazarnya.
Namun, begitu selesai puasa 10 hari, keledainya justru mati. Maka si lugu itu pun berteriak ke langit,"Ya Tuhan, Engkau telah meledekku. Tapi, Ramadhan sudah dekat, lihat nanti ! Aku akan ambil intinya, 10 hari, dan aku tidak akan berpuasa di hari-hari itu!".
Sumber : Canda Nabi & Tawa Sufi karangan A.Mustofa Bisri.