Minggu, Agustus 22, 2010

Khutbah Rasulullah menjelang Ramadhan

Minggu, 22 Agustus 2010
Ramadhan ke 12, 1431 H

Wahai manusia! sungguh telah datang kepada kalian bulan Allah yang membawa berkah, rahmat, dan maghfirah, bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama, malam-malam di bulan Ramadhan adalah malam-malam yang paling utama, jam demi jamnya adalah jam yang paling utama.

Inilah bulan yang ketika engkau diundang menjadi tetamu Allah dan dimuliakan oleh-Nya. Pada bulan ini napasmu menjadi tasbih, tidurmu menjadi ibadah, amal-amalmu diterima, dan doa-doa diijabah. Bermohonlah kepada Allah, Rabb-mu dengan hati yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shaum dan membaca kitab-Nya. Sungguh celakalah orang yang tidak mendapatkan ampunan Allah pada bulan yang agung ini.

Kenanglah rasa lapar dan hausmu sebagaimana kelaparan dan kehausan pada hari Kiamat. Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin. Muliakanlah orangtuamu. Sayanglah yang muda. Sambungkanlah tali persaudaraan. Jaga lidahmu.Tahan pandangan dari apa yang tidak halal kamu memandangnya. Dan tahan pula pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarkannya.

Kasihinilah anak-anak yatim, niscaya anak-anak yatim akan dikasihini manusia. Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa di waktu salatmu karena saat itulah saat yang paling utama ketika Allah Azza Wajalla memandang hamba-hamba-Nya,Dia menyambut ketika mereka memanggil-Nya, dan Dia mengabulkan doa-doa ketika mereka bermunajat kepada-Nya.

Wahai manusia! Sesungguhnya diri kalian tergadai karena amal-amal kalian, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban dosamu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu. Ketahuilah, Allah Swt. bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang bersujud, tidak mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabbul'alamin.

Wahai manusia! Barangsiapa di antaramu memberi makan untuk berbuka kepada kaum mukmin yang melaksanakan shaum di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu. Para sahabat bertanya, "Kami semua tidak akan mampu berbuat demikian". Lalu Rasulullah melanjutkan khotbahnya. Jagalah diri kalian dari api neraka walau hanya dengan setitik air.

Wahai manusia! Barangsiapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini, dia akan berhasil melewati shiraatalmustaqiim, pada hari ketika kaki-kaki tergelincir. Barangsiapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya dan membantunya di bulan ini, maka Allah akan meringankan pemeriksaannya di hari Kiamat.

Barangsiapa yang menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari dia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa yang memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakannya di hari berjumpa dengan-Nya, dan barangsiapa yang menyambungkan tali silaturahmi di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari dia berjumpa dengan-Nya. Dan barangsiapa yang memutuskan silaturahmi di bulan ini, Allah akan memutuskan dia dari rahmat-Nya.

Siapa yang melakukan salat sunat di bulan Ramadhan, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa yang melakukan salat fardu, baginya ganjaran seperti 70 salat fardu di bulan yang lain.

Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak akan pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu mereka tertutup maka mohonkanlah kepada Rabb-mu agar tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar mereka tidak pernah lagi menguasaimu.

Lalu Amirulmukminin Ali bin Abi Thalib berdiri dan berkata: "Ya Rasulullah, amal apa yang paling utama di bulan ini". Rasul yang mulia menjawab: "Ya Abul Hasan, amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah Swt."

(Khotbah ini diriwayatkan Imam Ali R.A) (sumber= milist sabili)

Source : http://www.facebook.com/pages/Oase-Qalbu/222427460759?v=wall#!/note.php?note_id=431438546840

Rabu, Agustus 11, 2010

Pensil untuk Cecilia

Rabu, 11 Agustus 2010
Dewa Klasik Alexander
Aku paling senang melihat senyuman manisnya. Senyuman khas anak kecil yang polos dan lucu. Senyuman yang bisa membuat semua lelahku langsung hilang dan berganti dengan sejuta sukacita. Namanya Anastasia Cecilia. Aku sering memanggilnya dengan nama Cecil.
Kalo saja sore itu aku ngga nganterin pacarku ke salah satu Rumah Sakit yang ada di daerah Tangerang, mungkin aku ngga akan kenal dia. Mengenal Cecil merupakan salah satu anugerah bagi aku. Aku belajar banyak hal dari dia. Belajar tentang hidup! Meski usianya baru 7 tahun. Pacarku pernah cemburu karena aku keasyikan ngobrol dan bercanda dengannya. Anaknya menyenangkan dan beda dari anak lainnya yang seusia dengannya.
Aku sangat senang kalo harus bisa mengantar pacarku untuk mengikuti terapi karena itu artinya aku bisa ketemu dengan Cecil. Meski di sisi lain aku juga sedih karena pacarku ngga kunjung sembuh. Tapi paling ngga dengan adanya Cecil, aku bisa melupakan sejenak kesedihanku itu.
Karena bete harus menunggu lama pacarku mengikuti terapi aku memutuskan untuk minum secangkir kopi di warung yang ada di depan Rumah Sakit. Di saat aku sedang menikmati secangkir kopi hangat, aku tanpa sengaja melihat gadis belia yang kumuh sedang bermain air got. Dia hanya sendiri.
“Hei, ngapain main air comberan?” tanya salah seorang penjual yang melihat aksinya.
Dia hanya menatap pemilik suara tersebut lalu berjalan menjauh. Dia hanya sendiri. Hati kecil ku bertanya, “kemana orang tua anak ini?”
Dengan buru-buru aku menghabiskan sisa kopi yang masih tersisa lalu membayar harga kopi itu dan langsung mengikuti langkah si bocah cantik itu.
Dia berjalan dengan langkah yang semangat sambil bernyanyi riang dan menari. Tiba-tiba dia berhenti dan menoleh ke arahku. Aku spontan menghentikan langkah kakiku. Dia tersenyum manis. Lalu dia menghampiriku.
“Kakak kenapa ikutin aku? Kakak mau lihat boneka aku ya? Nama kakak siapa?”
Astaga! Betapa ramahnya dia ama aku yang dia ngga kenal sama sekali. Apa dia ngga takut kalo gaku penculik anak?
“Kakak!” Sapaannya membuyarkan lamunanku.
Aku tersenyum kepadanya. Dia memegang tanganku.
“Kakak, namanya siapa?” tanyanya dengan senyuman manis yang menimbulkan lesung pipi di ujung kedua sisi bibirnya.
“Kak Dewantara. Kamu bisa panggil kakak dengan nama…..”
“Dewa?” potongnya cepat.
Aku hanya menganggukan kepalaku.
“Kakak mau ngga liahat bonekaku? Bonekaku lucu loh!”
“Emang bonekanya ada dimana?”
“Dirumah!”
“Kamu tinggal dimana?”
“Ikut aku aja kak. Nanti kakak akan tau! Maukan?” Ajaknya.
“Oke deh, tapi kakak ngga bisa lama-lama ya?”
“Okelah kalo begitu,” ucapnya sambil tertawa.
Aku berjalan berdampingan dengannya.
“Menarilah dan terus tertawa, walau dunia tak seindah surga….” suaranya yang merdu beralun menghiasi sore hari.
Aku terhenyak ketika melihat gubuk yang terbuat dari sisa seng bekas dan kayu tua yang membentuk seperti kotak besar. Disanalah Cecil tinggal bersama neneknya yang dimakan usia. Aku sendiri merasa itu bukan rumah. Bayangkan tingginya hanya satu meter dan ukurannya hanya 2×3 meter.
“Kak, aku tinggal disini ama nenek.” ucapnya tanpa malu.
Entah kenapa aku menangis.
Dia masuk lalu keluar lagi dengan sebuah boneka beruang kecil berwarna coklat.
“Kak, ini bonekaku. Kalo aku bobo pasti ditemanin ama boneka ini.”
Aku menyentuh boneka itu yang penuh dengan debu. Terdengar dari dalam suara neneknya yang batuk.
Astaga! Nenek tua yang harusnya menikmati masa tuanya harus ada ditempat yang seperti ini?
Berjalan dengan waktu, aku baru tau ternyata Kedua orang tua Cecil meninggal dunia karena kecelakaan. Dan dua bulan kemudian rumah mereka harus digusur. Satu-satunya tempat berteduh adalah gubuk kecil yang benar-benar tidak layak. Mereka hanya makan dari belas kasihan orang.
Aku memeluk Cecil. Di usianya yang masih kecil dia sudah harus merasakan kerasnya hidup ini. Karena sudah terbiasa dengan yang dialaminya makanya dia ngga merasa menderita. Dia menikmati apa yang harus dijalaninya. Dia bernyanyi dan menari. Menghafal lagu dari teman-temannya yang suka ngamen dan mereka tinggal ngga jauh dari gubuk tempatnya tinggal.
*********
Tiga minggu kemudian.
“Cecil, mau sekolah ngga?”
“Mau!” jawabnya dengan mata yang bersinar-sinar.
Cecil yang ada dihadapanku jauh berbeda dari yang pertama kali aku lihat. Dia suka mencium rambut panjangnya. Sejak aku membelikannya sabun mandi dan sampo, dia tidak terlihat kumul lagi. Dia suka mencium rambutnya yang berbau sampo. Sabun mandi dan sampo seperti barang yang sangat berharga baginya. Aku tidak pernah bertanya, kapan terakhir kali dia mandi dengan memakai sabun dan sampo. Minggu lalu aku mengajaknya ke mal untuk membelikannya baju. Aku ngga mau meberikannnya baju bekas atau kata orang baju layak pakai. Karena aku merasa dia adalah adikku sendiri. Hanya saja aku tidak bisa menampungnya karena orang tuaku tidak mengizinkan.
“Tapi Cecil ngga punya pencil buat nulis?”
“Nanti kakak akan belikan untuk kamu.”
“Baju juga? Sepatu juga kan?”
“Iya!”
“Tas warna pink juga ya kak?”
“Pasti kakak belikan deh.”
“Janji?”
“Kakak janji!” kataku lalu kedua jari kelingking kami saling menyatu.
Aku memeluknya lalu kemudian memangkunya. Aku meceritakan cerita dongeng untuknya. Cerita dongeng yang tak pernah didengarnya.
“Cecil kapan sekolahnya?” tanyanya setelah aku selesai mendongeng.
“Bulan depan.”
“Kenapa ngga besok aja?”
Aku harus memutar otakku untuk mencari jawaban yang tepat.
“Karena sekolahnya baru buka pendaftaran bulan depan.”
“Pendaftaran itu apa kak?”
“Mhmmm…Pendaftaran itu nama kamu dicatat di buku.” jawabku dengan kepala yang berat mencari kata-kata yang sederhana dan dimengerti olehnya.
“Kakak…Kenapa aku ngga boleh tinggal ama kakak? Aku disini kalo malam dingin loh! Apa lagi kalo hujan.”
Astaga! Lagi-lagi aku menangis.
“Nanti kalau kakak punya rumah sendiri, kamu bisa tinggal sama kakak.”
“Kapan?”
“Satu saat nanti…”
“Ow…”
Kami diam dengan pikiran kami masing-masing.
“Kak, kapan aku bisa pegang pensil?”
“Untuk apa?”
“Aku udah ngga sabar lagi untuk belajar menulis.”
“Besok sore. Ok?”
“Janji ya? Bohong itu dosa loh!”
“Janji!”
Entah kenapa, aku senang bisa bersama dengan Cecil. Tapi yang pasti aku bahagia bisa melihat senyumnya. Aku suka dengan kepolosannya.
**********
Keesokannya ketika aku menemani pacarku untuk ikut terapi seperti biasanya tanpa sengaja aku melihat sosok gadis kecil yang aku kenal. Gadis kecil yang sedang dibawa ke UGD. Aku mencoba memastikan apa yang aku lihat.
Rasanya langit seperti runtuh dan menimpaku. Itu Cecil. Tangan kanannya penuh dengan darah. Belakangan aku baru tau kalau dia kecelakaan dan tangan kanannya terlindas ban truk sehingga dia harus diamputasi.
Kantong plastik yang berisi tas pink dan perlengkapan tulis terlepas dari tanganku. Masih terngiang dikepalaku percakapan kami kemaren.
“Kak, kapan aku bisa pegang pensil?”
“Untuk apa?”
“Aku udah ngga sabar lagi untuk belajar menulis.”
Ketika aku menjenguknya dengan pacarku keesokan harinya, aku melihat tubuh mungilnya terbaring dengan lemah. Tangan kanannya yang buntung dibalut perban. Betapa mirisnya hatiku melihat perban itu. Aku melihat tubuhnya yang pucat dan menahan rasa sakit diantara selang infus yang masih terpasang ditubuhnya.
Aku mengumpulkan semua kekuatanku hanya untuk menyapanya.
“Hallo, Cecil?”
Aku duduk di sisinya. Aku membelai rambutnya.
“Kak, tangan Cecil sakit sekali. Tangan Cecil kenapa dipotong? Kan Cecil mau nulis?”
Aku mencoba untuk menahan air mataku untuk tidak jatuh membasahi pipiku. Aku tidak boleh menangis didepan Cecil.
“Cecil pasti sembuh!” kata pacarku mencoba menghiburnya.
“Kalo Cecil sembuh itu artinya tangan Cecil tumbuh lagi ya?”
Pacarku yang berdiri dibelakangku memegang erat pundakku. Hanya Tuhan yang tau betapa perihnya hati ini melihat keadaan Cecil.
“Iya, Cecil lupa. Cecilkan bisa menulis pakai tangan kiri.” Ucapnya dengan senyuman.
Aku tidak bisa menahan air mataku untuk tidak jatuh. Aku juga merasakan tetesan air mata pacarku jatuh membasahi bahuku. Aku ngga bisa membayangkan kalo aku mengalami apa yang dialaminya. Aku mungkin bisa gila! Tapi berbeda dengan Cecil. Dia tetap optimis meski dia sendiri tidak tau arti optimis itu apa.
“Nanti kakak akan ajarin kamu menulis ya!”
“Kapan?” tanyanya.
“Kalau kamu sembuh nanti.”
“Kakak, udah belikan aku pensil?”
“Udah. Warnanya warna pink loh!”
“Kakak kenapa menangis? Aku aja yang kecil ngga nangis.”
Aku cepat-cepat menghapus air mataku demikian juga pacarku.
“Aku mau nyanyi untuk kakak, bolehkan?”
Aku hanya menganggukan kepala lau mengalunlah sebuah lagu milik Baim dan Melly Goeslaw dari bibirnya.
Awan Awan Menghitam
Langit runtuhkan dunia
Saat aku tahu ternyata akhir ku tiba

Mengapa semua menangis
Padahal ku selalu tersenyum
Usap air matamu
Aku tak ingin ada kesedihan

Burung sampaikan nada pilu
Angin terbangkan rasa sedih
Jemput bahagia diharinya
Berikan dia hidup

Tuhan terserah mau-Mu
Aku ikut mau-Mu Tuhan
Ku catat semua ceritaku
Dalam harianku

************
TAMAT
http://fiksi.kompasiana.com/group/prosa/2010/07/08/pensil-untuk-cecilia/

Mengapa Ingatan Wanita Lebih Kuat dari Pria

Ada dua hal yang menunjukkan ingatan wanita jauh lebih tajam dibandingkan pria.
VIVAnews - Wanita memiliki kemampuan luar biasa mengingat tiap kata dan suasana  dibandingkan pria. Ada alasan dibalik fakta superioritas wanita dalam hal memori. Aliran darah yang mengaliri bagian otak tertentu pada wanita lebih banyak dibandingkan pria.

Marianne J. Legato, MD, pendiri Kemitraan Gender di Universitas Columbia mengungkap sistem tubuh pria dan wanita berbeda, termasuk pada otak. Jumlah darah yang mengalir ke pusat kontrol tertentu termasuk kontrol bahasa dan konsentrasi lebih tinggi pada wanita. Ditambah lagi, konsentrasi tinggi estrogen membuat ingatan wanita lebih tajam daripada pria.

Ada dua hal yang menunjukkan ingatan wanita jauh lebih maju dibandingkan pria, yaitu:

- Kata yang diucapkan
"Ini termasuk membacakan cerita dari buku-buku, serta argumen verbal," kata Dr Legato, penulis 'Why Men Never Remember and Women Never Forget' seperti dilansir Shine. Sehingga normal wanita mengingat lebih jelas dan mendetail. Kenangan yang 'dikemas' dengan baik lebih lama tersimpan dalam otak wanita juga berkat aliran darah ke otak.

- Kenangan tidak menyenangkan, menakutkan atau pengalaman yang membuat stres
Estrogen mengaktifkan bidang lebih besar di neuron otak wanita selama terjadinya pengalaman buruk atau menyedihkan. Dr Legato menjelaskan, pengalaman stres berdampak lebih merusak dan lebih dalam menimpa wanita.

"Dengan hanya mengingat sebuah insiden yang tidak menyenangkan bisa membawa kembali kesedihan yang pernah dialami wanita. Meskipun kejadiannya telah lama berlalu," tambah Dr Legato.

Namun, ada sisi positif dari ingatan ini. Wanita dipercaya menjadi saksi mata kejahatan dan kecelakaan yang lebih baik daripada pria. (umi)
• VIVAnews
Source : http://kosmo.vivanews.com/news/read/164175-mengapa-ingatan-wanita-lebih-kuat-dari-pria

Mana Duluan, Ayam atau Telur? Ini Jawabnya!

Dunia
Mana Duluan, Ayam atau Telur? Ini Jawabnya!
Saat sarapan telur, Anda sedang menyaksikan salah satu material luar biasa di dunia.
VIVAnews - Para ilmuwan berhasil menjawab  salah satu tebak-tebakan tertua di dunia, mana yang lebih dulu, ayam, atau telur?

Melalui komputer super, tim dari Universitas Sheffield dan Warwick, Inggris  menemukan jawabannya. Apakah itu? Ayam.

Kepada laman Harian The Sun, ketua tim peneliti menjelaskan bagaimana mereka berhasil memecahkan teka-teki tersebut.

"Apa yang kami temukan adalah 'kecelakaan' yang menyenangkan. Awalnya, tujuan penelitian kami adalah menemukan bagaimana binatang membuat cangkang telur."

Menurutnya,  selama ini, masyarakat telah menganggap remeh ayam. Kami tidak menyadari proses luar biasa yang ditunjukan para ayam dalam proses pembuatan telur.

"Sadarkah Anda, ketika memecahkan kulit telur rebus di pagi hari, Anda sedang menyaksikan salah satu material luar biasa di dunia."

Cangkang telur memiliki kekuatan sangat luar biasa, meski beratnya sangat ringan. Manusia tak bisa membuat benda seperti itu, bahkan yang mendekatinya.

"Masalahnya, kita tak tahu bagaimana ayam membuat cangkangnya."

Tim peneliti lalu menggunakan komputer super milik Dewan Riset Sains Inggris (UK Science Research Council) yang berbasis di Edinburgh. Komputer itu dinamakan HECToR (High End Computing Terascale Resource).

"Kami ingin menelusuri bagaimana telur terbentuk, dengan melihat proses detail telur secara mikroskopis."

Yang pertama dicari adalah, mengetahui 'resep' yang digunakan ayam untuk membuat cangkang telur.

"Dengan bantuan komputer canggih, Kami memecahkan masalah ini selama berminggu-minggu. Sementara, ayam bisa menyusun cangkang itu hanya dalam semalam."

Lucunya, pemilihan cangkang telur ayam sebagai fokus penelitian benar-benar tak disengaja. Para peneliti memilih telur ayam karena proteinnya sederhana untuk ditelaah.

Namun hasilnya ternyata sangat mengejutkan. "Kami memecahkan teka-teki sepanjang masa. Ini mengagumkan."

Hasilnya, ditemukan protein khusus yang ada di tubuh ayam. Protein itu adalah adalah 'tukang bangunan' tanpa lelah, menyusun bagian-bagian cangkang mikroskopis membentuk cangkang telur.

Protein itu menginisiasi proses pembentukan cangkang sebelum menyusun bagian telur yang lain.

Tanpa protein pembangun tersebut, telur tak mungkin terbentuk. Dan, protein itu hanya ditemukan di rahim ayam. "Itu berati ayam ada duluan sebelum telur."

Tapi, dari mana ayam berasal?

Beberapa teori mengatakan, nenek moyang ayam menciptakan telur zaman Dinosaurus.

"Penemuan kami sangat potensial. Sebab, cangkang telur dibentuk dari banyak kristal kecil. Kita bisa menggunakan informasi ini untuk mengetahui cara membuat dan menghancurkan struktur kristal lainnya."

Sebagai contoh, untuk menghilangkan kerak di ceret maupun pipa.  Penelitian ini juga berimplikasi medis.

"Karena tubuh kita menggunakan metode yang sama untuk membuat gigi dan tulang, kita  bisa belajar lebih banyak tentang bagaimana membangun kembali tulang manusia." (adi)
• VIVAnews 

Ibu Termuda, Melahirkan di Usia 5 Tahun

Bocah itu menyandang status ibu dengan perbedaan usia hanya 5 tahun dengan anaknya.

VIVAnews - Mendengar seorang bocah usia lima tahun mengandung rasanya mustahil. Tapi kasus itu nyata menimpa seorang anak asal Peru bernama Lina Medina.

Peristiwa terjadi pada awal tahun 1939. Kala itu, Lina yang tinggal di kaki bukit Andes terpaksa dibawa ke rumah sakit karena bagian perut dan payudara terus membesar di usianya yang masih lima tahun.

Dr Geraldo Lozada, yang melakukan penanganan, awalnya mengira Lina menderita tumor. Namun, pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan adanya janin yang tumbuh di perut bocah kelahiran 27 September 1933 itu. Usia janin sudah delapan bulan.

Satu setengah bulan kemudian tepatnya pada 14 Mei 1939, Lina melahirkan bayinya melalui operasi caecar di sebuah rumah sakit di Lima, Peru. Persalinan berjalan lancar. Lina melahirkan bayi laki-laki seberat 2,7 kilogram bernama Gerardo.

Seperti penuturan Dr Edmundo Escomel kepada La Presse Medicale, Lina menderita gangguan hormonal. Ia mengalami pubertas yang ditandai dengan menstruasi sejak usia delapan bulan. Pada usia empat tahun, payudaranya pun sudah tumbuh layaknya gadis remaja.

Tidak dijelaskan siapa yang menghamili Lina. Ayahnya sempat ditahan karena atas tuduhan pemerkosaan. Namun, akhirnya dibebaskan karena kurang alat bukti. Sementara Gerardo baru mengenai kisahnya saat usia 10 tahun. Sebelumnya, Gerardo mengenal Lina sebagai kakaknya.

Lina dan Gerardo tumbuh normal. Lina kemudian menikah dan memiliki dua anak lagi. Sedangkan Gerardo meninggal di usia 40 tahun akibat penyakit sumsum tulang.

Seperti dikutip Time, kasus kehamilan di usia anak memang langka. Namun, pada November 1957 kasus serupa juga terjadi di negara yang sama. Seorang bocah berusia sembilan tahun, Hilda Trujillo, melahirkan bayinya melalui proses normal di Lima Maternity Hospital. Hilda hamil setelah diperkosa ayahnya.
Source : http://kosmo.vivanews.com/news/read/164072-ibu-termuda--melahirkan-di-usia-5-tahun

Nenek 70 Tahun Lahirkan Bayi Kembar

Rabu, 11 Agustus 2010
Padahal, wanita umumnya kehilangan masa subur atau menopause di usia senja.
VIVAnews - Mendengar wanita usia 70 tahun melahirkan rasanya mustahil. Selain umumnya telah kehilangan masa subur atau menopause, wanita usia lanjut juga berisiko tinggi mengalami kematian saat melahirkan. Tapi nyatanya, itu menimpa Omkari Panwar dan Rajo Devi Lohan.

Dua wanita asal India itu berhasil melalui proses persalinan dengan selamat di usianya yang telah menyentuh angka 70 tahun. Mereka hamil melalui program bayi tabung.

Seperti dikutip dari laman Daily Mail, Panwar sengaja menjual ternak, menggadaikan sawah, berutang, dan menghabiskan seluruh uang tabungan demi mendapatkan anak laki-laki sebagai pewaris keluarga. Padahal kala itu, ia sudah memiliki lima cucu dari dua anak perempuannya.

Namun, segala pengorbanannya terbayar dengan kelahiran anak kembar dampit, laki-laki dan perempuan, pada 2008 silam. Ia menjalani persalinan melalui operasi caesar di Muzaffarnagar. "Saya bukan dalam rangka mencari sensasi menjadi wanita hamil tertua di dunia," kata wanita yang berjuang agar dapat memberikan ASI eksklusif selama tiga tahun.

Sedangkan laman Guardian mengungkap perjuangan Lohan memiliki anak. Tepat di usia 70 tahun Lohan akhirnya berhasil memiliki keturunan dari rahimnya pada 2009. "Saya menunggu selama 40 tahun untuk mendapatkan keturunan," ujarnya. "Sungguh hadiah dari Tuhan.

Rajo Devi Lohan bersama suami dan bayinya
Lohan bersama suami dan anak (Guardian)

Nisha Malik, seorang ginekolog yang membantu persalinan Panwar mengatakan kasus semacam itu sangat langka. "Saya saja terperangah saat Panwar mengatakan bahwa dirinya hamil karena selama berkarier di dunia kedokteran belum pernah mendengat kasus semacam itu.
Source : http://kosmo.vivanews.com/news/read/165875-nenek-70-tahun-lahirkan-bayi-kembar

Kedaulatan Informasi

Rabu, 11 Agustus 2010
Saya menyukai artikel ini makanya ikut saya share di blog saya ini...dan terima kasih buat yang punya artikel.
Dunia kini telah memasuki abad informasi. Tidak terlalu berlebihan jika dikatakan seberapa jauh kita dapat survive di era ini ditentukan dari seberapa cepat kita dapat menyerap banjir informasi yang ada. Dapat pula dikatakan bahwa siapa yang akan menjadi pemimpin baik di dalam komunitas maupun di dalam persaingan adalah mereka yang memiliki perbendaharaan informasi paling banyak.
Sejak 1927 majalah TIME menampilkan tokoh-tokoh dunia dalam Person Of The Year-nya. Beberapa nama yang sempat muncul adalah tokoh-tokoh seperti Martin Luther King, Jr (1964), Ayatollah Khomeini (1979), sampai Bono, Bill, dan Melinda Gates (2005). Tapi, pada tahun 2006 majalah TIME yang semestinya menampilkan seorang tokoh tidak memajang foto siapa pun sebagai Person Of The Year-nya. Pada sampul halaman depannya terpajang gambar komputer dengan bertuliskan “YOU” pada monitornya.
“YOU”. Anda. Kita semua adalah orang-orang yang layak dinobatkan sebagai person of the year. Bukannya artis, selebritis, aktivis, atau presiden. Publik, khalayak, rakyat, komunitas, masyarakat, orang-orang kebanyakan kini dapat beralih dari orang yang biasa-biasa menjadi orang-orang penting. Semenjak abad informasi publik bukan lagi khalayak yang mengambang, kosong, dan tidak mengerti apa-apa. Publik semestinya menjadi pemilik kuasa, kekuatan, dan kedaulatan itu sendiri.
Para futurolog seperti Alvin Toeffler, John C Naisbitt, sampai Francis Fukuyama semenjak tahun ‘80-an telah meramalkan transformasi masyarakat dunia dari masyarakat industri menjadi masyarakat informasi. Janji dari wacana masyarakat informasi adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat sebab distribusi informasi di dalam masyarakat tersebar secara merata.
Kita ketahui dalam ilmu ekonomi distribusi informasi merupakan salah satu faktor yang menentukan efisiensi pasar. Selain itu dalam masyarakat Informasi akan terjadi demokratisasi. Hal ini juga merupakan harapan akan peningkatan-peningkatan good governance dalam skala makro maupun mikro yang juga mendukung penciptaan kesejahteraan.
Distribusi Informasi untuk Kesejahteraan
Hasil regresi data dari berbagai negara oleh Bank Dunia menunjukkan hubungan antara akumulasi pengetahuan yang diwakili indeks ekonomi pengetahuan (IEP) dan GDP per kapita. Kurvanya berbentuk eksponensial. Itu menjelaskan pertambahan akumulasi pengetahuan di sebuah negara akan menyebabkan GDP per kapita naik sangat cepat. Masyarakat informasi menjanjikan harapan keluarnya masyarakat dari kemiskinan dan kesengsaraan.
Chan dan Dalman mengumpulkan data-data menarik seputar kaitan antara peningkatan kualitas sumber daya manusia suatu negara yang salah satu faktornya dipengaruhi oleh menyebarnya informasi. Bila jumlah artikel pada jurnal internasional naik 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0,22%. Dalam hal sarana teknologi informasi dan komunikasi. Bila jumlah komputer yang tersedia bertambah 100% pertumbuhan ekonomi akan meningkat 0,54%.
Peningkatan jumlah pengguna internet menjadi dua kali lipat akan meningkatkan 0,27% pertumbuhan ekonomi. Selain itu bila jumlah telepon ditambah 100% pertumbuhan ekonomi akan naik 0,55%. Tak heran jika seluruh dunia berupaya mengejar ketertinggalan teknologi lewat proyek-proyek digitalisasi seperti e-government, e-learning, e-banking, segala macam e-revolution agar akses informasi semakin mudah sehingga kesejahteraan semakin berkembang.
Kedaulatan informasi belum tentu tercapai secara sempurna dari sebab adanya pemerataan distribusi informasi. Kedaulatan informasi bisa terkendala oleh berhentinya khalayak sebagai konsumen informasi semata. Masyarakat tidak memperoleh benefit lebih yang semestinya dari informasi yaitu mengartikulasikan dan mengelaborasikannya menjadi “knowledge” lalu metransformasikan menjadi kesejahteraan sosial sebab mereka berhenti pada tahap konsumsi informasi semata.
Belum lagi ditambah tingkah polah para politisi dan kapitalis yang menguasai sumber daya informasi yang mengaturnya demi kepentingan politik dan bisnis semata. Hal-hal yang terakhir ini berpotensi menyeret masyarakat pada konsumsi informasi yang tidak bernilai tambah seperti pornografi, gossip, isu-isu sara yang memecah belah dan sebagainya.
Informasi Menjadi Knowledge
Informasi sendiri erat kaitannya dengan pengetahuan (knowledge). Shannon mengatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang membuat pengetahuan kita berubah yang secara logis mensahkan perubahan. Memperkuat atau menemukan hubungan yang ada pada pengetahuan yang kita miliki.
Menurut Drucker, di era ‘knowledge society’ pengetahuan bukan semata sebagai salah satu sumber daya (a resource) bersama faktor-faktor produksi tradisional lain seperti buruh, tanah, dan modal. Melainkan satu-satunya sumber daya (the only resource). Toffler menyebut pengetahuan sebagai pengganti seluruh sumber daya dan merupakan sumber kekuasaan tertinggi dan kunci bagi pergeseran kekuasaan (power-shift).
Quinn menekankan bahwa kekuatan sebuah perusahaan tidak lagi terletak pada aset-aset kasat mata. Melainkan pada yang non-kasat mata (knowledge-based intangibles), karenanya kemampuan mengelola aset non-kasat mata ini merupakan keahlian yang sangat dibutuhkan oleh para eksekutif di era ini.
Sudah saatnya masyarakat Indonesia jika ingin survive di abad informasi ini harus beralih dari Knowledge Consumer kepada Knowledge Producer. Menciptakan knowledge menjadi penting untuk menghalau segala kemungkinan inefisiensi yang terjadi akibat beredarnya informasi-informasi yang tidak bernilai tambah.
Penciptaan Knowledge untuk Berinovasi
Penciptaan knowledge juga erat kaitannya dengan inovasi. Inovasi adalah harga yang harus dibayar untuk bisa bertahan menghadapi persaingan. Indonesia yang telah terlanjur memasuki AC-FTA dan menghadapi gerbang globalisasi perdagangan yang semakin terbuka harus mendorong budaya berinovasi demi bertahan dalam persaingan dan selanjutnya menjadi pemimpin persaingan.
Inovasi bukan hanya milik negara maju. Inovasi adalah senjata bagi negara berkembang untuk mengakali keterbatasan. Ketajaman dan frekuensi inovasi berbanding lurus dengan penciptaan knowledge. Semakin banyak penciptaan pengetahuan baru semakin tajam kehandalan berinovasi.
Penciptaan knowledge harus memperhatikan beberapa aspek. Isu yang marak belakangan ini adalah duplikasi atau pun plagiarisme dalam menciptakan karya akademis sebagai salah satu bentuk knowledge creation. Dunia akademis jangan sampai dibiarkan tercoreng oleh sarjana-sarhana palsu yang karyanya adalah hasil plagiat. Untuk meghindari itu harus dibangun adanya kejujuran dan niat yang tulus dalam menuntut ilmu.
Sistem pendidikan sedikit banyak berperan dalam membentuk watak peserta didik bangsa yang memiliki kesadaran akan jiwa pembelajar yang tulus dan memiliki itikad kontribusi bagi bangsa. Bukan itikad untuk semata mecari keuntungan pragmatis.
Citizen journalism yang saat ini berkembang terutama berkat adanya web 2.0 merupakan tren yang positif untuk mengembangkan kultur knowledge production. Hal ini selain harus dipagari dari hal-hal yang tidak mendatangkan nilai tambah seperti isu SARA yang memcah belah, pornografi, gosip, kekerasan, dan lain sebagainya juga harus distimulus melalui penciptaan sarana dan prasarana oleh Kementrian Kominfo.
Abad informasi yang menuntun pada akses informasi yang merata membawa pada kedaulatan informasi di tangan khalayak. Akses informasi yang merata belum cukup untuk mendatangkan kesejahteraan sosial jika masyarakat hanya bertindak sebagai konsumen informasi. Terlebih jika informasi yang diakses adalah informasi yang tidak bernilai tambah. Masyarakat harus mentransformasikan informasi menjadi knowledge. Selanjutnya menjadi pencipta knowledge. Penciptaan knowledge berkaitan dengan kultur inovasi yang sangat diperlukan untuk menghadapi persaingan.
Oleh :
TOTO SUDARMONGI
|  9 Agustus 2010  |  13:50
Source : http://teknologi.kompasiana.com/group/internet/2010/08/09/kedaulatan-informasi/

Kisah Kehidupan

 Rabu, 11 Agustus 2010

Aku Menangis untuk Adikku Enam Kali

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

----------

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. "Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!" Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini." Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu." Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. "Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya. "Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!" "Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

[Diterjemahkan dari "I cried for my brother six times"]

Source : http://www.oaseqalbu.net/modules.php?name=News&file=article&sid=342

Catatan harian seorang ayah

 Rabu, 11 Agustus 2010

Hari ini engkau terlahir ke dunia, anakku. Meski tidak seperti harapanku bertahun- tahun merindukan kehadiran seorang anak laki-laki,

source: milist DT

Medan, 15 Juni 1975

Hari ini engkau terlahir ke dunia, anakku. Meski tidak seperti harapanku bertahun- tahun merindukan kehadiran seorang anak laki-laki, aku tetap bersyukur engkau lahir dengan selamat setelah melalui jalan divakum. Telah kupersiapkan sebuah nama untukmu; Qaulan Syadida.Aku sangat terkesan dengan janji Allah dalam surat Al Ahzab ayat tujuh puluh, maknanya perkataan yang benar. Harapanku engkau kelak menjadi seorang yang kaya iman dan memperoleh telah dijanjikan Allah dalam Al-Quran. Sungguh kelahiranmu telah mengajarkanku makna bersyukur...

1981

Tahun ini engkau memasuki sekolah dasar. Usiamu belum genap enam tahun. Tetapi engkau terus merengek minta disekolahkan seperti saudarimu. Engkau berbeda dari keempat kakakmu terdahulu. Bagaimana engkau dengan gagah tanpa ragu atau malu-malu melangkah memasuki ruang kelasmu. Bahkan engkau tak minta dijemput. Saat ini aku mulai menyadari sifat keberanian yang tumbuh dalam dirimu yang tak kutemukan dalam diri saudarimu yang lain.

1987

Putriku, sungguh aku pantas bangga padamu. Tahun ini engkau ikut Cerdas Cermat tingkat nasional di TVRI. Dengan bangga aku menyaksikan engkau tampil penuh percaya diri di layar kaca dan aku pun bisa berkata pada teman-temanku; itu anakku Qaulan...Meski tidak juara pertama, aku tetap bangga padamu. Namun di balik rasa banggaku padamu selalu terbesit satu kekhawatiran akan sikapmu yang agak aneh dalam pengamatanku. Tidak seperti keempat kakakmu yang kalem dan cenderung memiliki sifat-sifat perempuan, engkau justru sangat angresif, pemberani, agak keras kepala, meski tetap santun padaku dan selalu juara kelas.

Jika hari Ahad tiba, engkau lebih suka membantuku membersihkan taman, mengecat pagar, atau memegangi tangga bila aku memanjat membetulkan bocor. Engkau lebih sering mendampingiku dan bertanya tentang alat-alat pertukangan ketimbang membantu ibumu memasak di dapur seperti saudarimu yang lain. Kebersamaan dan kedekatanmu denganku, membuatku sering meperlakukanmu sebagai anak lelakiku, dengan senang hati aku menjawab pertanyaan-pertanyaanmu, membekalimu dengan pengatahuan dan permainan untuk anak lelaki. Tak jarang kita berdua pergi memancing atau sekedar menaikkan layang-layang sore hari di lapangan madrasah tempat aku mengajar.

Putriku, sungguh kekhawatiranku berbuah juga. Engkau menolak bersekolah di tsanawiyah seperti saudarimu. Diam-diam tanpa sepengetahuanku engkau telah mendaftar di sebuah SMP negeri. Bukan kepalang kemarahanku. Untunglah ibumu datang membelamu, jika tidak mungkin tangan ini sudah berpindah ke pipimu yang putih mulus. Tegarnya watakmu, bahkan tak setetes airmata jatuh dari kedua matamu yang tajam menatapku. Putriku, jika aku marah padamu semata-mata karena aku khawatir engkau larut dalam pola pergaulan yang tak benar, anakku. Terlebih-lebih saat engkau menolak mengenakan jilbab seperti keempat kakakmu. Betapa sedih dan kecewa hatiku melihatmu, Nak...

1993

Tahun ini engkau menamatkan SMAmu. Engaku tumbuh menjadi gadis cantik, periang, pemberani, dan banyak teman. Temanmu mulai dari tukang kebun sampai tukang becak, wartawan, bahkan menurut ibumu pernah anggota kopassus datang mencarimu. Putriku, disetiap bangun pagiku, aku seolah tak percaya engkau adalah putriku, putri seorang yang sering dipanggil Ustadz, putri seorang kepala madrasah, putri seorang pendiri perguruan Islam...

Putriku, entah mengapa aku merasa seperti kehilanganmu. Sedih rasanya berlama-lama menatapmu dengan potongan rambut hanya berbeda beberapa senti dengan rambutku. Biar praktis dan sehat; berkali-kali itu alasan yang kau kabarkan lewat ibumu. Jika terjadi sesuatu yang tidak baik pada dirimu selama melewati usia remajamu, putriku maka akulah orang yang paling bertanggung jawab atas kesalahan itu. Aku tidak behasil mendidikmu dengan cara yang Islami. Dalam doa-doa malamku selalu kebermohon pada Rabbul 'Izzati agar engkau dipelihara olehNya ketika lepas dari pengawasan dan pandangan mataku.

Kesedihan makin bertambah takkala diam-diam engkau ikut UMPTN dan lulus di fakultas teknik. Fakultas teknik, putriku? Ya Rabbana, aku tak sanggup membayangkan engkau menuntut ilmu berbaur dengan ratusan anak laki-laki dan bukan satupun mahrommu? Dalam silsilah keluarga kita tidak satupun anak perempuan belajar ilmu teknik, anakku. Keempat kakakmu menimba ilmu di institut agama dan ilmu keguruan. Ya, silsilah keluarga kita adalah keluarga guru, anakku. Engkau kemukakan sejumlah alasan, bahwa Islam juga butuh arsitek, butuh teknokrat, Islam bukan tentang ibadah melulu...Baiklah, aku sudah terlalu lelah menghadapimu, aku terima segala argumen dan pemikiranmu, putriku..Dan aku akan lebih bisa menerima seandainya engau juga mengenakan busana Muslimah saat memulai masa kuliahmu.

1995

Tahun ini tidak akan pernah kulupakan. Akan kucatat baik-baik...Engkau putriku, yang selalu kusebut namamu dalam doa-doaku, kiranya Allah swt mendengar dan mengabulkan pintaku. Ketika engkau pulang dari kuliahmu; Subhannallah! engkau sangat cantik dengan jilbab dan baju panjangmu, aku sampai tidak mengenalimu, putriku. engkau telah berubah, putriku. Apa sesungguhnya yang engkau dapati di luar sana. Bertahun-tahun aku mengajarkan padamu tentang kewajiban Muslimah menutup aurat, tak sekalipun engkau cela perkataanku meski tak sekalipun juga engkau indahkan anjuranku. Dua tahun di bangku kuliah, tiba-tiba engkau mengenakan busana takwa itu? Apa pula yang telah membuatmu begitu mudah menerima kebenaran ini? Putriku, setelah sekian lamanya waktu berlalu, kembali engkau mengajarkan padaku tentang hakikat dan makna bersyukur.

1997

Putriku, kini aku menulis dengan suasana yang lain. Ada begitu banyak asa tersimpan di hatiku melihat perubahan yang terjadi dalam dirimu. Engkau menjadi sangat santun, bahkan terlihat lebih dewasa dari keempat saudarimu yang kini telah berumah tangga semuanya. Kini, hanya engkau aku dan ibumu yang mendiami rumah ini. Kurasakan rumah kita seolah-olah berpendar cahaya setiap saat dilantuni tilawah panjangmu. Gemercik suara air tengah malam menjadi irama yang kuhafal dan pantas kurenungi. Putriku, jika aku pernah merasa bahagia, maka saat paling bahagia yang pernah kurasakan di dunia adalah saat ketika diam-diam aku memergokimu tengah menangis dalam sujud malammu....Selalu kuyakinkan diriku bahwa akulah si pemilik mutiara cahaya hati itu, yaitu engkau putriku...

1998

Putriku, kalau saat ini aku merasa sangat bangga padamu, maka itu amat beralasan. Engkau telah lulus menjadi sarjana dengan predikat cum laude. Keharuan yang menyesak dadaku mengalahkan puluhan tanya ibumu, diantaranya; mengapa engkau tidak punya teman pendamping pria seperti kakak-kakakmu terdahulu? Engkau begitu sederhana, putriku, tanpa polesan apapun seperti lazimnya mereka yang akan berangkat wisuda, semua itu justru membuatku semakin bangga padamu. Entah darimana engkau bisa belajar begitu banyak tentang kebenaran, anakku...Jika hari ini aku meneteskan airmata saat melihatmu dilantik, itu adalah airmata kekaguman melihat kesungguhan, ketegaran, serta prinsip yang engkau pegang teguh. Dalam hal ini akupun mesti belajar darimu, putriku...

1 Agustus 1999

Putriku, bulan ini usiaku memasuki bilangan enampuluh tiga. Aku teringat Rasulullah mengakhiri masa dakwahnya didunia pada usia yang sama. Akhir-akhir ini tubuhku terasa semakin melemah. Penyakit jantung yang kuderita selama bertahun-tahun kemarin mendadak kumat, saat kudapati jawaban diluar dugaan dari keempat saudarimu. Tidak satu pun dari mereka bersedia meneruskan perguruan yang telah kubina selama puluhan tahun. Aku sangat maklum, mereka tentu mempunyai pertimbangan yang lain, yaitu para suami mereka. Sedih hatiku melihat mereka yang telah kudidik sesuai dengan keinginanku kini seolah-oleh bersekutu menjauhiku. Jika aku menulis diatas tempat tidur rumah sakit ini, itu dengan kondisi sangat lemah, putriku. Aku tak tahu pasti kapan Allah memanggilku.

Putriku....kutitipkan buku harianku ini pada ibumu agar diserahkan padamu. Aku percaya padamu...Jika aku memberikan buku ini padamu, itu karena aku ingin engkau mengetahui betapa besar cintaku padamu, mengapa dulu aku sering memarahimu..maafkan buya, putriku... Kini hanya engkau satu-satunya harapanku...Aku percaya perguruan yang telah kubangun dengan tanganku sendiri ini padamu. Aku bercita-cita mengembangkannya menjadi sebuah pesantren. Engkau masih ingat lapangan tempat kita dulu menaikkan layangan? Itu adalah tanah warisan almarhum kakekmu. Di lapangan itulah kurencanakan berdiri bangunan asrama tempat para santri bermukim. Engkau seorang arsitek, anakku, tentu lebih memahami bangunan macam apa yang sesuai untuk kebutuhan sebuah asrama pesantren...Kuserahkan sepenuhnya kepadamu, juga untuk mengelolanya nanti. Sebab aku yakin, dari tanganmu, dari hatimu yang jernih, dari perkataan dan tindakanmu yang selalu sejalan dengan kebenaran akan terlahir sebuah fauzan'adzima, kemenangan yang besar, seperti yang telah Allah janjikan, yakinlah, putriku... Dalam diri dan jiwamu kini terhimpun beragam kapasitas keilmuan dunia dan akhirat. Kini kusadari engkau bukan saja sekedar terlahir dari rahim ibumu, tetapi juga lahir dari rahim bernama Hidayah. Semoga Allah menyertai dan memudahkan jalan yang akan engkau lalui, putriku. Amien Ya Rabbal 'Alamiin.

12 Agustus 1999

Rabbi, jika airmata ini bukan tumpah, bukan karena aku tidak mengikhlaskan buyaku Engkau panggil, tapi sebab aku belum mengenali buyaku selama ini, seutuhnya. Sebab hanya seujung kuku baktiku padanya. Rabbi, perkenankan aku menjalankan amanah Buya dengan segenap radhi-Mu. hanya Engkau..ya Mujib...

Happy Birthday to Buya
I Love you so much
14 September 1999
Take from Annida November-Desember 1999 by Aisyah Shihab

Source : http://www.oaseqalbu.net/modules.php?name=News&file=article&sid=22#isi