Senin, Oktober 19, 2009

Telepon

Ada dua telepon tua merk "Ericsson"peninggalan jaman Belanda di rumahku Telepon ini kudapat dari warisan orangtua ku yang pensiunan PT Timah. Bapak dulu kerja di bagian telepon .Ceritanya bila kita ingin menelpon ke seseorang atau ke suatu tempat maka kita akan memutar engkolnya tapi gagang teleponnya belum boleh di angkat. Setelah lima atau enam kali putaran engkolnya, baru kemudian kita mengangkat gagang teleponnya dan hallooo...wesselbor.. tolong sambungkan saya dengan si Anu...,kemudian operator wesselbor menyambungkan kita dengan seseorang dan beberapa saat kemudian terdengarlah sahutan dari orang yang ingin kita tuju tersebut.Tapi terkadang kita tidak dapat disambungkan dengan orang yang kita tuju tersebut karena line sedang penuh. Maklum line yang menuju ke tempat yang jauh (mis.ke Tanjungpandan hanya ada 3). Jadi kita harus menunggu orang lain selesai menelepon. Bila jarak orang yang kita tuju itu cukup jauh, maka kita akan banyak sekali mendengar noise ketimbang suara orang yang kita tuju tersebut, kita harus sedikit berteriak untuk mengatasi noise tersebut. Al hasil, semua orang tahu apa yang sedang kita bicarakan dengan orang tersebut.
Karena rumah kami dekat dengan kantor lurah,maka hampir setiap hari kami diminta manggil pak Lurah karena ada panggilan telepon buatnya (saat itu kantor Lurah belum ada teleponnya), terkadang bosan juga.
Walau orangtuaku tergolong pegawai rendahan PT Timah, tetapi kami sudah punya pesawat telepon sekitar tahun 1964 sampai akhir masa pensiun Bapak sekitar tahun 1988. Tugas Bapak ku cukup berat, mandor merangkap memelihara jaringan telepon. Jadi terkadang dia harus tugas malam-malam karena ada tiang telepon yang rebah atau kawat telepon yang putus demi menjaga komunikasi tetap lancar.
Beda benar ya dengan sekarang....